Jangan Kehilangan Keseimbangan (Khutbah 'Idul Fitri 1403 H)
Kita memuji Allah sebagaimana pujian yang disampaikan oleh
hamba-hamba-Nya yang istiqamah. Yaitu orang-orang yang dengan penuh
tawakkal tetap bertahan terhadap segala cobaan dan ujian.
Dengan sikap istiqamah itu mereka berada dalam benteng pertahanan yang amat kuat.
Mudah-mudahan rahmat dan sejahtera dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, kepada keluarganya, para sahabat dan tabi'in.
Kita bersaksi, bahwa tiada ada Tuhan yang patut dan pantas tempat kita mengabdi, kecuali Allah. Yang berdiri sendiri dan tiada ada sekutu bagi-Nya. Dan kita bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Rahimakumu'llaah!
Tiap kali 'Idul Fithri datang menjelang kita, sesuai dengan sunnah Rasullah saw kita sambut kedatangannya itu dengan takbir dan tahmid, syakiran mutawadhi'an, dengan rasa syukur dan dengan sikap tawadhu' merendah diri.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Laa illaha illa'llah!
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Wa-li'llahil hammdu !
Maha Besar Allah, Yang telah menjadikan dan menciptakan alam semesta ini dengan cara yang amat menakjubkan, tiada ada kekusutan sedikitpun terdapat padanya.
Kita ulangi kembali memandang, kits teliti dengan seksama, kita selidiki dengan lebih mendalam, ternyata tiada ada sedikitpun cacat ada padanya.
Maha bijaksana Allah, Yang telah menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan latihan bagi ummat Mu'minin untuk dapat memelihara keseimbangan dalam hidup mereka, keseimbangan antara jasmani dan rohani, keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan dasar taqwa kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Dengan sikap ikhlas dan jujur kita akui, bahwa kita seringkali kehilangan keseimbangan itu dalam hidup kita, sehingga terasa hidup ini berat sebelah, yang dapat mengakibatkan kehancuran lahir batin dan kesengsaraan yang tidak putus-putusnya di akhirat nanti.
Di bidang ilmu pengetahuan, kita terlalu memusatkan perhatian kepada mencerdaskan akal. Kita asah otak kita, sehingga menjadi tajam; kita kumpulkan bermacam-macam corak ilmu pengetahuan, sehingga kita menjadi ilmuwan dan kita latih diri kita, sehingga kita menjadi trampil dan cekatan, tetapi kita lupa memberikan perhatian kepada rohani kita; kita biarkan is hampa kosong tidak berisi.
Seorang ahli hikmat berkata:
"Perhatikan rohanimu! Penuhi segala kebutuhannya!
Engkau dinamakan insan, bukan karena jasadmu!
Tetapi karena rohanimu!"
Dengan mengasah otak, dengan menuntut ilmu dan melatih diri, kita menjadi demikian pintarnya, sehingga kepintaran kita jauh melampaui budi kita dan pada saat itulah kita kehilangan kehormatan untuk disebut sebagai insan.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai." (Al-A'raf, 7 : 179)
Dengan ilmu pengetahuan, dengan sains dan teknologi yang amat mengagumkan, yang telah kita kuasai itu, kita telah dapat mengarungi angkasa raya dengan hasil yang luar biasa hebatnya, tetapi alangkah sedihnya, karena kita telah kehilangan diri kita sendiri. Kita sudah tidak kenal lagi siapa kita sebenarnya, kita tidak tahu lagi apa tugas hidup kita sebagai hamba Allah dan kita sudah tidak tahu lagi apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidup kita. Kita sudah menjadi asing terhadap diri kita sendiri.
Dalam keadaan yang demikian itu ada diantara kita, yang demikian pintarnya, sehingga mereka mempunyai kesanggupan untuk memusnahkan ummat manusia.
Dengan ilmu pengetahuan, dengan sains dan teknologi yang amat mengagumkan itu, kita merasa dapat berdiri sendiri tanpa merasakan perlunya bantuan dari Dzat Yang Maha Kuasa. Kita anggap ilmu pengetahuan di atas segala-galanya malahan kita menjadi sombong dan takabur.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Bukankah ilmu pengetahuan yang kita miliki itu pada hakekatnya adalah penjabaran dari ilmu Tuhan yang tiada ada batasnya?
Demikian firman Allah swt. dalam Al-Qur'an, yang maksudnya, bahwa kalau sekiranya laut dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu Tuhan, maka niscaya tinta itu akan habis sebelum ilmu Tuhan selesai dituliskan, sekalipun kita datangkan lagi tinta sebanyak itu.
Allahu Akbar !
Selanjutnya Allah swt. menyatakan, bahwa ilmu yang diberikan-Nya kepada manusia hanya sedikit sekali, sangat sedikit!
Dan kalau pun kita telah memiliki bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan, itupun tiada lain melainkan dengan izin dan kehendak-Nya jua. Laa hwla wa-laa quwwata illa bi'llah!
Adalah merupakan satu blunder, satu kesalahan besar, apabila dengan ilmu yang ada pada kita itu, kita tidak bertambah dekat, malahan makin lama makin bertambah jauh dari Allah, Maha Pencipta.
Lupakah kita, bahwa sains dan teknologi sebagai hasil karya manusia yang amat mengagumkan itu, pada hakekatnya adalah merupakan gambaran tentang kebesaran dan kekuasaan Allah swt, sebab kita adalah salah satu produk dari karya-Nya, yang dijadikan-Nya dari setitik zat cair yang rendah dan hina.
Berhubung dengan itu Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang memperingatkan kita, supaya kita jangan melupakan-Nya, yang dapat mengakibatkan kita akan lupa kepada diri kita sendiri.
"Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Ia jadikan mereka lupa kepada diri mereka, mereka adalah orang-orang yang fasik". (Al-Hasyr, 59 : 19).
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Di bidang politik dan pemerintahan, kita manusia telah didorong oleh nafsu angkara murka, nafsu amarah untuk bersikap "congkak kekuasaan" (arrogance of power), sehingga kita dengan tertawa mempunyai kesanggupan untuk menindas kaum yang lemah, yang seharusnya kita lindungi; dengan hati yang tiada ada rasa kasihan sedikitpun, kita mempunyai keberanian untuk memperkosa hak asasi manusia, yang seharusnya kita hormati.
Lihatlah apa yang terjadi di Libanon beberapa waktu yang lalu dan hingga sekarang masih berlangsung. Anak-anak dan wanita-wanita yang tidak berdosa dibantai oleh tentara Israel dengan cara yang amat mengerikan, dengan alat-alat senjata mutakhir, hasil ciptaan manusia-manusia yang berilmu. Demikian pula kita saksikan di Afghanistan, di Afrika, di Kamboja dan di tempat-tempat lain di dunia ini; perkosaan dan penindasan terhadap hak asasi manusia berjalan terus dengan kejam dan di luar batas-batas kemanusiaan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Kecewa dan rugi manusia yang tidak dianugerahi hatinya dengan sifat kasih sayang terhadap sesama manusia".
(H.R. Abu Nu'aim)
Kita telah kehilangan keseimbangan karena kekuasaan, yang tidak ditunjang oleh rasa taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Di bidang ekonomi dan perdagangan, yang menjadi perhatian kita hanya satu, yaitu bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dengan tidak menghiraukan lagi halal haramnya.
Kita sudah terbiasa hidup dengan harta yang tidak halal, malahan kita berbangga dengan kemewahan hidup yang dibangun dengan cara yang demikian itu. Mata hati kita sudah buta untuk dapat membedakan antara hak dan batil, antara halal dan haram; hati nurani kita sudah tidak peka lagi, sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya dan sifat malu sudah hilang sirna dari diri kita. Dengan demikian itu kita telah kehilangan sesuatu yang amat berharga dalam hidup kita.
"Cinta kepada dunia, kepada harta dan kedudukan", yang dikenal dengan istilah agama "hubbud dun-ya" telah menjadi perhiasan hidup kita, ibarat kembang api yang bersinar di malam hari, yang kelihatannya indah menarik, padahal Rasulullah saw telah memperingatkan bahwa "hubbud dun-ya" itulah yang merupakan sumber dari segala bentuk kejahatan.
Memang benar juga apa yang dikatakan oleh seorang pujangga Inggris yang termasyhur, George Bernard Shaw:
"Apa yang kita namakan perdagangan sebenarnya adalah perjudian besar!
Apa yang kita namakan politik sebenarnya adalah intrik!
Apa yang kita namakan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebenarnya adalah pasar dunia, di mana kita memperjual-belikan nasib bangsa-bangsa yang masih terkebelakang dan itupun dengan harga yang sangat rendah sekali!"
Melihat hidup orang-orang yang serakah, hidup mewah di atas kesengsaraan orang-orang lain dengan jalan "menghisap darah" mereka sudah tentu akan menimbulkan rasa benci dan marah, rasa dendam dan menimbulkan keinginan untuk memusnahkan dan meremukkan mereka.
Dalam hal ini Rasulullah saw memperingatkan:
"Janganlah sekali-kali engkau membenci orang durhaka (yang hidup mewah, hasil kecurangan yang dilakukannya). Sesungguhnya engkau tidak tahu kemana jadinya orang ini pergi sesudah matinya, karena sesungguhnya di belakangnya ada yang mengejar untuk menuntutnya!" (Bukhari dan Thabrani).
Apabila seorang Muslim menegur atau memberi peringatan kepada saudaranya yang hidup serakah, itu bukanlah karena iri hati, bukan pula karena marah atau benci, tetapi didorong oleh rasa kasihan, sesuai dengan bunyi hadits yang kita kemukakan tadi; sebab nanti di akhirat orang yang hidup serakah itu pasti akan menerima adzab sepanjang masa (khalidiina fiihaa) dan dalam keadaan mati tidak, hiduppun tidak (laa yamuutu fiihaa wa laa yahyaa).
Dan seharusnya orang yang mendapat peringatan itu bersyukur, karena masih ada saudaranya yang mencintainya, yang memberi peringatan kepadanya, supaya terhindar dari siksa neraka.
Demikian sabda Rasulullah saw.
"Selamatkan saudaramu yang berbuat zhalim itu!" (Hadits).
Dilihat dari sudut kemelut dunia sekarang ini, kita ummat Islam merasa beruntung dan bersyukur, setiap kali Allah Swt memanggil kita untuk melaksanakan 'ibadah shiyam guna melatih diri dan membersihkan jiwa, kita sambut dengan "sami'naa wa atha'naa", siap sedia melaksanakannya, supaya kita menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, la'allakum tataquun. Sifat taqwa itulah yang merupakan perhiasan yang paling indah bagi seorang insan dan sifat itulah, hanya itulah yang sanggup mengangkat derajat dan martabatnya ke tempat yang terhormat dalam arti kata yang sesungguhnya.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu pada pandangan Allah ialah orang yang paling baik taqwanya", demikian firman Allah swt dalam Al-Qur'an.
Ubay bin Ka'ab pernah ditanya oleh 'Umar bin Khathab apa sebenarnya yang dimaksud dengan taqwa.
Lalu Ubay balik bertanya: "Pernahkah anda menempuh jalan yang penuh dengan onak dan durinya, penuh dengan batu-batu runcing dan sebagainya?"
"Nah, kalau anda singsingkan lengan baju anda, lalu dengan sabar satu persatu segala yang merintangi anda itu anda singkirkan, sehingga anda dapat meneruskan perjalanan, maka itulah yang dinamakan taqwa!"
Maksudnya, orang yang taqwa itu ialah orang yang mempunyai cita-cita yang mulia, yaitu ingin dan rindu bertemu dengan Tuhan Yang telah menjadikan dan memeliharanya dan dengan semangat yang tak kunjung padam ia berusaha mencapai cita-citanya itu. Dengan penuh tawakkal dan dengan penuh kesabaran dijauhkannya dirinya dari segala dosa yang dapat merupakan penghalang dan rintangan bagi usahanya yang mulia itu.
Allah swt berfirman:
"Barangsiapa yang bercita-cita ingin bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu dalam beribadah kepada Tuhannya". (Q.S. Kahfi, 18 : 110).
Untuk mencapai cita-cita yang mulia itu seorang ilmuwan Muslim yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa berusaha sekuat tenaga dan dengan hati yang ikhlas memanfaatkan ilmunya guna kepentingan dan keselamatan ummat manusia dan bagi dia sendiri yang demikian itu merupakan amal shaleh, yang akan memungkinkannya bertemu dengan Tuhannya, Allah Maha Pencipta.
llmu, iman dan amal shaleh (ihsan) harus merupakan tri-tunggal, yang tidak boleh dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lain. Hanya ilmu yang ditunjang oleh iman dan taqwa yang akan melahirkan amal shaleh atau ihsan (kebajikan). Dan ilmu tanpa iman hanya akan melahirkan orang-orang yang akan menjadi budak ma'shiat (the slave of sin) dan tindak langkahnya akan lebih berbahaya dari terkaman seekor binatang buas.
Brentano, seorang tokoh ilmuwan Jerman sebelum Perang Dunia II, karena tekanan Penguasa terpaksa membuat dan mempertahankan teori, yang menyatakan bahwa bangsa Aria, bangsa Jerman adalah bangsa utama dan terhormat; bangsa Perancis dan bangsa Yahudi adalah bangsa rendah dan hina, bangsa najis yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Teori Brentano ini mempermudah dan memperlancar tindakan orang-orang Nazi, yang berkuasa pada waktu itu di Jerman untuk menyerang dan menguasai Perancis hanya dalam dua minggu dan tidak kurang dari enam juta bangsa Yahudi yang dibunuh mereka.
Karena tiada ada iman, maka tiada ada keberanian; Brentano tidak kuasa menentang Penguasa Nazi Jerman, sehingga is terpaksa mengkhianati ilmunya. Dr. Mohammad Hatta mengatakan, bahwa ilmu yang demikian itu bukanlah ilmu lagi, tetapi politik, politik dalam arti yang sangat jelek!
Tujuan pendidikan harus membina manusia yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Kuasa, manusia berkarakter, berbudi luhur dan berakhlak mulia, bukan hanya sekedar mencerdaskan akal.
Pendidikan karakter, yang bersumber kepada agama seharusnya sudah dimulai secara intensif sejak dari Sekolah Dasar dan ini harus merupakan ketentuan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau benar-benar kita menginginkan Negara kita Republik Indonesia merupakan Negara, yang eksistensinya diakui dan dibenarkan dalam arti kata yang hakiki.
Ahmad Syauqie dalam syairnya berkata:
"Sesungguhnya yang dinamakan ummat itu tiada lain melainkan akhlak, selama akhlak itu masih ada; jika akhlak mereka sudah lenyap, maka lenyaplah pula mereka sebagai ummat (bangsa)".
Di samping adanya laboratorium kimia, laboratorium bahasa dan sebagainya di tiap sekolah, terutama di sekolah-sekolah lanjutan dan sekolah-sekolah tinggi harus ada pula laboratorium agama, yaitu masjid tempat mempraktekkan ilmu agama yang telah diterima dan membiasakan diri ruku' dan sujud menghadap Allah Rabbul'alamiin, dalam usaha menghiasi diri dengan sifat utama, yaitu taqwa kepada-Nya. Alangkah indahnya apabila kita melihat seorang sarjana ruku dan sujud, yang atsar (bekasnya) membayang pada wajahnya dan wujudnya kelihatan pada amalnya.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Seorang ilmuwan Muslim yang bertaqwa kepada Allah swt akan dapat menempatkan dirinya pada tempat yang benar dan ia kuasa memantulkan kewibawaannya dan kehebatannya ke tengah-tengah masyarakat dalam situasi dan suasana yang bagaimana pun juga.
Demikian sabda Rasulullah saw yang maksudnya, bahwa seorang 'alim (yang berilmu) apabila dengan ilmunya itu ia mengharapkan ridla Allah swt, maka ia akan kelihatan hebat dan berwibawa.
Sharih adalah seorang 'alim ('ulama), yang diangkat oleh Khalifah 'Ali bin Abi Thalib menjadi qadli (hakim).
Pada satu ketika ia harus mengadili satu perkara, yang menyangkut diri Khalifah dengan seorang Yahudi, yang dituduh mencuri perisai kepunyaan 'Ali bin Abi Thalib.
Sekalipun Sharih diangkat oleh Ali bin Abi Thalib menjadi qadli, ia tetap melakukan tugasnya dengan baik dan tidak terpengaruh oleh kedudukan dan kekuasaan 'Ali. Berhubung Ali tidak dapat mengemukakan bukti dan tidak dapat mendatangkan saksi sebagaimana yang ditentukan, maka dengan penuh kewibawaan yang amat menakjubkan, Sharih memutuskan, bahwa prisai itu tetap pada orang Yahudi itu. Seorang Khalifah dapat dikalahkan dalam satu sidang pengadilan dengan keputusan seorang hakim, yang diangkat sendiri oleh Khalifah.
Demikian sikap seorang 'alim' ('ulama) yang bertaqwa. Ia tidak bisa dan tidak akan mau mengkhianati tugas mulia yang, diserahkan kepadanya, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran, sekalipun misalnya ia diancam untuk meletakkan jabatan atau dipecat dengan tidak hormat.
Dan 'Ali bin Tahlib pun sebagai seorang Penguasa (Khalifah) memperlihatkan sikap yang mempesona hadirin. Ali menyatakan tunduk dan tha'at kepada keputusan hakim dan is tidak memperlihatkan sikap marah atau rasa dendam terhadap orang Yahudi itu, sekalipun ia yakin bahwa tuduhannya benar.
Dan yang amat mengagumkan hadirin ialah sikap orang Yahudi itu yang menang perkara, waktu ia mengucapkan kata pengakuan, bahwa benar perisai itu kepunyaan 'Ali bin Abi Tahlib. Karena terharu melihat lancar dan khidmatnya jalan sidang yang mengadili perkaranya dengan 'Ali, ia langsung masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kejadian ini memperlihatkan kepada kita bagaimana kaum Muslimin di masa lampau bersikap dalam mengurus dan memimpin masyarakat, bagaimana mereka menjalankan politik dan sekaligus mengajarkannya kepada ummat terutama kepada generasi penerus, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan sikap dan perbuatan yang nyata.
Dengan keyakinan kepada Allah swt sebagai landasan, mereka telah berhasil memberikan gambaran yang jelas tentang pribadi-pribadi yang bertaqwa. Dengan jalan demikian hiduplah dengan suburnya rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, rasa kerakyatan di mana setiap anggota masyarakat dengan tidak membeda-bedakan warna kulit, bangsa dan agama mendapat pelayanan yang terhormat sebagaimana layaknya diberikan kepada tiap-tiap manusia sebagai hamba Allah yang telah dimuliakan-Nya.
Alangkah indahnya kalau Negara dihuni oleh orang-orang yang bertaqwa kepada Allah Maha Pencipta.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Rasulullah saw menyatakan, bahwa seorang Muslim yang bertaqwa kepada Allah, di samping mempunyai dua mata di kepalanya, juga mempunyai "dua mata" di hatinya, sehingga ia dengan mudah dapat melihat soal-soal agamanya, dengan cepat . dan tepat dapat melihat dan membedakan antara hak dan batil:
Waktu Umar bin Khatab melihat isterinya mendapat hadiah dari Permaisuri Raja Rum berupa intan permata, maka pada waktu itu juga ia melihat bahaya yang mengancam, yaitu siksa dari Allah Yang Maha Gagah dan Maha Perkasa.
Kepada isterinya 'Umar berkata, bahwa hadiah itu haram bagi mereka. Isterinya tidak akan mendapat hadiah begitu banyak dan begitu tinggi nilainya, kalau sekiranya ia bukan isteri Umar, Khalifah ummat Mu'minin. Hadiah tersebut diserahkan oleh 'Umar kepada kas Negara (Baitul Mal) untuk kepentingan ummat.
Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa (sebagai pejabat) memberi bantuan kepada saudara (teman)-nva berupa fasilitas, kemudian ia diberi hadiah dan hadiah itu diterimanya, maka sesungguhnya ia telah memasuki pintu (dosa) besar diantara pintu-pintu (dosa) riba". (R. Ahmad).
Dan oleh Rasulullah saw dijelaskan lebih lanjut:
"Riba itu mempunyai pintu (dosa) sebanyak enam puluh dua dan yang paling enteng ialah dosa orang yang berzina dengan ibunya sendiri". (R. Ahmad)
Kalau menerima hadiah yang demikian sifatnya sudah dianggap sebagai dosa besar, saina dengan dosa orang yang berzina dengan ibunya sendiri apalagi risywah (suap), komisi, pungutan liar, korupsi dan sebagainya.
Kita menginsafi, bahwa kita manusia memang bersifat lemah, mudah tergoda oleh ajakan hawa nafsu, sehingga kita lupa akan diri kita sendiri. Kita lupa akan tugas kita sebagai hamba Allah dan kita lupa akan tujuan hidup kita.
Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman:
"(Allah), Yang telah menjadikan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang paling balk amalnya". (Q.S. Al-Mulk, 67 : 2)
Berlomba-lomba melakukan perbuatan baik, beramal shaleh (fa'stabiqu 'likhairaat) dalam rangka dan usaha mendapat ridla Allah swt itulah sebenarnya yang harus kita laksanakan selama hayat masih dikandung badan. Menjauhkan diri dari perbuatan dosa adalah pula merupakan satu keharusan selama hidup kita, supaya kita nanti terhindar dari siksaan Allah swt yang maha dahsyat.
Dan 'ibadah shiyam yang baru selesai kita laksanakan selama bulan Ramadlan yang baru berlalu adalah merupakan latihan bagi kita untuk menguatkan iman dan taqwa, yang amat bermanfaat bagi kita dalam menghadapi tiap godaan, yang dapat menyesatkan kita dari jalan yang benar.
Allah swt pernah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad saw sebagai berikut:
"Ya Muhammad! Hiduplah sebagaimana yang engkau 'kehendaki, tetapi engkau akan mati!
Cintailah siapa saja yang ingin engkau cintai, tetapi ingat bahwa engkau akan berpisah daripadanya!
Dan kerjakanlah apa yag engkau ingin kerjakan, tetapi jangan lupa, tiap amalmu. akan mendapat balasan!"
(R. Jabir bin 'Ali).
Mudah-mudahan peringatan Allah kepada Nabi Muhammad itu merupakan peringatan pula bagi kita ummat Mu'minin, supaya sudah sejak sekarang kita bersiap-siap untuk menghadapi peristiwa yang amat menentukan, yaumal akhir. Pada saat itu kita tidak akan mendapat pertolongan lagi dari harta dan sanak keluarga kita, kecuali jika kita datang menghadap Allah dengan hati yang bersih dan jiwa yang suci (yauma laa yanfa 'u maalun wa laa banuun illa man ataa 'llaaha bi qalbin saliim - Asy-Sy'ara 88, 89) sebagai pancaran iman dan taqwa.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia !
Marilah dalam kesempatan sekarang ini, di saat kita berkumpul di tempat ini menyampaikan do'a permohonan kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang:
Ya Allah, ya Tuhan kami, menangkanlah kami dalam perlombaan mencapai ridla-Mu!
Berilah kami kekuatan dan kesabaran untuk menghadapi tiap rintangan dan godaan, supaya kami jangan tersesat dari jalan-Mu yang lurus dan benar!
Ya Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang!
Ampunilah segala dosa yang telah kami kerjakan karena kebodohan dan kelalaian kami.
Dan terimalah kami ya Allah ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh!
Amin Ya Rabbal'alamin!
Dengan sikap istiqamah itu mereka berada dalam benteng pertahanan yang amat kuat.
Mudah-mudahan rahmat dan sejahtera dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, kepada keluarganya, para sahabat dan tabi'in.
Kita bersaksi, bahwa tiada ada Tuhan yang patut dan pantas tempat kita mengabdi, kecuali Allah. Yang berdiri sendiri dan tiada ada sekutu bagi-Nya. Dan kita bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Rahimakumu'llaah!
Tiap kali 'Idul Fithri datang menjelang kita, sesuai dengan sunnah Rasullah saw kita sambut kedatangannya itu dengan takbir dan tahmid, syakiran mutawadhi'an, dengan rasa syukur dan dengan sikap tawadhu' merendah diri.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Laa illaha illa'llah!
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Wa-li'llahil hammdu !
Maha Besar Allah, Yang telah menjadikan dan menciptakan alam semesta ini dengan cara yang amat menakjubkan, tiada ada kekusutan sedikitpun terdapat padanya.
Kita ulangi kembali memandang, kits teliti dengan seksama, kita selidiki dengan lebih mendalam, ternyata tiada ada sedikitpun cacat ada padanya.
Maha bijaksana Allah, Yang telah menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan latihan bagi ummat Mu'minin untuk dapat memelihara keseimbangan dalam hidup mereka, keseimbangan antara jasmani dan rohani, keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan dasar taqwa kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Dengan sikap ikhlas dan jujur kita akui, bahwa kita seringkali kehilangan keseimbangan itu dalam hidup kita, sehingga terasa hidup ini berat sebelah, yang dapat mengakibatkan kehancuran lahir batin dan kesengsaraan yang tidak putus-putusnya di akhirat nanti.
Di bidang ilmu pengetahuan, kita terlalu memusatkan perhatian kepada mencerdaskan akal. Kita asah otak kita, sehingga menjadi tajam; kita kumpulkan bermacam-macam corak ilmu pengetahuan, sehingga kita menjadi ilmuwan dan kita latih diri kita, sehingga kita menjadi trampil dan cekatan, tetapi kita lupa memberikan perhatian kepada rohani kita; kita biarkan is hampa kosong tidak berisi.
Seorang ahli hikmat berkata:
"Perhatikan rohanimu! Penuhi segala kebutuhannya!
Engkau dinamakan insan, bukan karena jasadmu!
Tetapi karena rohanimu!"
Dengan mengasah otak, dengan menuntut ilmu dan melatih diri, kita menjadi demikian pintarnya, sehingga kepintaran kita jauh melampaui budi kita dan pada saat itulah kita kehilangan kehormatan untuk disebut sebagai insan.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai." (Al-A'raf, 7 : 179)
Dengan ilmu pengetahuan, dengan sains dan teknologi yang amat mengagumkan, yang telah kita kuasai itu, kita telah dapat mengarungi angkasa raya dengan hasil yang luar biasa hebatnya, tetapi alangkah sedihnya, karena kita telah kehilangan diri kita sendiri. Kita sudah tidak kenal lagi siapa kita sebenarnya, kita tidak tahu lagi apa tugas hidup kita sebagai hamba Allah dan kita sudah tidak tahu lagi apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidup kita. Kita sudah menjadi asing terhadap diri kita sendiri.
Dalam keadaan yang demikian itu ada diantara kita, yang demikian pintarnya, sehingga mereka mempunyai kesanggupan untuk memusnahkan ummat manusia.
Dengan ilmu pengetahuan, dengan sains dan teknologi yang amat mengagumkan itu, kita merasa dapat berdiri sendiri tanpa merasakan perlunya bantuan dari Dzat Yang Maha Kuasa. Kita anggap ilmu pengetahuan di atas segala-galanya malahan kita menjadi sombong dan takabur.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Bukankah ilmu pengetahuan yang kita miliki itu pada hakekatnya adalah penjabaran dari ilmu Tuhan yang tiada ada batasnya?
Demikian firman Allah swt. dalam Al-Qur'an, yang maksudnya, bahwa kalau sekiranya laut dijadikan tinta untuk menuliskan ilmu Tuhan, maka niscaya tinta itu akan habis sebelum ilmu Tuhan selesai dituliskan, sekalipun kita datangkan lagi tinta sebanyak itu.
Allahu Akbar !
Selanjutnya Allah swt. menyatakan, bahwa ilmu yang diberikan-Nya kepada manusia hanya sedikit sekali, sangat sedikit!
Dan kalau pun kita telah memiliki bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan, itupun tiada lain melainkan dengan izin dan kehendak-Nya jua. Laa hwla wa-laa quwwata illa bi'llah!
Adalah merupakan satu blunder, satu kesalahan besar, apabila dengan ilmu yang ada pada kita itu, kita tidak bertambah dekat, malahan makin lama makin bertambah jauh dari Allah, Maha Pencipta.
Lupakah kita, bahwa sains dan teknologi sebagai hasil karya manusia yang amat mengagumkan itu, pada hakekatnya adalah merupakan gambaran tentang kebesaran dan kekuasaan Allah swt, sebab kita adalah salah satu produk dari karya-Nya, yang dijadikan-Nya dari setitik zat cair yang rendah dan hina.
Berhubung dengan itu Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang memperingatkan kita, supaya kita jangan melupakan-Nya, yang dapat mengakibatkan kita akan lupa kepada diri kita sendiri.
"Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Ia jadikan mereka lupa kepada diri mereka, mereka adalah orang-orang yang fasik". (Al-Hasyr, 59 : 19).
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Di bidang politik dan pemerintahan, kita manusia telah didorong oleh nafsu angkara murka, nafsu amarah untuk bersikap "congkak kekuasaan" (arrogance of power), sehingga kita dengan tertawa mempunyai kesanggupan untuk menindas kaum yang lemah, yang seharusnya kita lindungi; dengan hati yang tiada ada rasa kasihan sedikitpun, kita mempunyai keberanian untuk memperkosa hak asasi manusia, yang seharusnya kita hormati.
Lihatlah apa yang terjadi di Libanon beberapa waktu yang lalu dan hingga sekarang masih berlangsung. Anak-anak dan wanita-wanita yang tidak berdosa dibantai oleh tentara Israel dengan cara yang amat mengerikan, dengan alat-alat senjata mutakhir, hasil ciptaan manusia-manusia yang berilmu. Demikian pula kita saksikan di Afghanistan, di Afrika, di Kamboja dan di tempat-tempat lain di dunia ini; perkosaan dan penindasan terhadap hak asasi manusia berjalan terus dengan kejam dan di luar batas-batas kemanusiaan.
Rasulullah SAW bersabda:
"Kecewa dan rugi manusia yang tidak dianugerahi hatinya dengan sifat kasih sayang terhadap sesama manusia".
(H.R. Abu Nu'aim)
Kita telah kehilangan keseimbangan karena kekuasaan, yang tidak ditunjang oleh rasa taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Di bidang ekonomi dan perdagangan, yang menjadi perhatian kita hanya satu, yaitu bagaimana mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dengan tidak menghiraukan lagi halal haramnya.
Kita sudah terbiasa hidup dengan harta yang tidak halal, malahan kita berbangga dengan kemewahan hidup yang dibangun dengan cara yang demikian itu. Mata hati kita sudah buta untuk dapat membedakan antara hak dan batil, antara halal dan haram; hati nurani kita sudah tidak peka lagi, sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya dan sifat malu sudah hilang sirna dari diri kita. Dengan demikian itu kita telah kehilangan sesuatu yang amat berharga dalam hidup kita.
"Cinta kepada dunia, kepada harta dan kedudukan", yang dikenal dengan istilah agama "hubbud dun-ya" telah menjadi perhiasan hidup kita, ibarat kembang api yang bersinar di malam hari, yang kelihatannya indah menarik, padahal Rasulullah saw telah memperingatkan bahwa "hubbud dun-ya" itulah yang merupakan sumber dari segala bentuk kejahatan.
Memang benar juga apa yang dikatakan oleh seorang pujangga Inggris yang termasyhur, George Bernard Shaw:
"Apa yang kita namakan perdagangan sebenarnya adalah perjudian besar!
Apa yang kita namakan politik sebenarnya adalah intrik!
Apa yang kita namakan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebenarnya adalah pasar dunia, di mana kita memperjual-belikan nasib bangsa-bangsa yang masih terkebelakang dan itupun dengan harga yang sangat rendah sekali!"
Melihat hidup orang-orang yang serakah, hidup mewah di atas kesengsaraan orang-orang lain dengan jalan "menghisap darah" mereka sudah tentu akan menimbulkan rasa benci dan marah, rasa dendam dan menimbulkan keinginan untuk memusnahkan dan meremukkan mereka.
Dalam hal ini Rasulullah saw memperingatkan:
"Janganlah sekali-kali engkau membenci orang durhaka (yang hidup mewah, hasil kecurangan yang dilakukannya). Sesungguhnya engkau tidak tahu kemana jadinya orang ini pergi sesudah matinya, karena sesungguhnya di belakangnya ada yang mengejar untuk menuntutnya!" (Bukhari dan Thabrani).
Apabila seorang Muslim menegur atau memberi peringatan kepada saudaranya yang hidup serakah, itu bukanlah karena iri hati, bukan pula karena marah atau benci, tetapi didorong oleh rasa kasihan, sesuai dengan bunyi hadits yang kita kemukakan tadi; sebab nanti di akhirat orang yang hidup serakah itu pasti akan menerima adzab sepanjang masa (khalidiina fiihaa) dan dalam keadaan mati tidak, hiduppun tidak (laa yamuutu fiihaa wa laa yahyaa).
Dan seharusnya orang yang mendapat peringatan itu bersyukur, karena masih ada saudaranya yang mencintainya, yang memberi peringatan kepadanya, supaya terhindar dari siksa neraka.
Demikian sabda Rasulullah saw.
"Selamatkan saudaramu yang berbuat zhalim itu!" (Hadits).
Dilihat dari sudut kemelut dunia sekarang ini, kita ummat Islam merasa beruntung dan bersyukur, setiap kali Allah Swt memanggil kita untuk melaksanakan 'ibadah shiyam guna melatih diri dan membersihkan jiwa, kita sambut dengan "sami'naa wa atha'naa", siap sedia melaksanakannya, supaya kita menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, la'allakum tataquun. Sifat taqwa itulah yang merupakan perhiasan yang paling indah bagi seorang insan dan sifat itulah, hanya itulah yang sanggup mengangkat derajat dan martabatnya ke tempat yang terhormat dalam arti kata yang sesungguhnya.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu pada pandangan Allah ialah orang yang paling baik taqwanya", demikian firman Allah swt dalam Al-Qur'an.
Ubay bin Ka'ab pernah ditanya oleh 'Umar bin Khathab apa sebenarnya yang dimaksud dengan taqwa.
Lalu Ubay balik bertanya: "Pernahkah anda menempuh jalan yang penuh dengan onak dan durinya, penuh dengan batu-batu runcing dan sebagainya?"
"Nah, kalau anda singsingkan lengan baju anda, lalu dengan sabar satu persatu segala yang merintangi anda itu anda singkirkan, sehingga anda dapat meneruskan perjalanan, maka itulah yang dinamakan taqwa!"
Maksudnya, orang yang taqwa itu ialah orang yang mempunyai cita-cita yang mulia, yaitu ingin dan rindu bertemu dengan Tuhan Yang telah menjadikan dan memeliharanya dan dengan semangat yang tak kunjung padam ia berusaha mencapai cita-citanya itu. Dengan penuh tawakkal dan dengan penuh kesabaran dijauhkannya dirinya dari segala dosa yang dapat merupakan penghalang dan rintangan bagi usahanya yang mulia itu.
Allah swt berfirman:
"Barangsiapa yang bercita-cita ingin bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu dalam beribadah kepada Tuhannya". (Q.S. Kahfi, 18 : 110).
Untuk mencapai cita-cita yang mulia itu seorang ilmuwan Muslim yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa berusaha sekuat tenaga dan dengan hati yang ikhlas memanfaatkan ilmunya guna kepentingan dan keselamatan ummat manusia dan bagi dia sendiri yang demikian itu merupakan amal shaleh, yang akan memungkinkannya bertemu dengan Tuhannya, Allah Maha Pencipta.
llmu, iman dan amal shaleh (ihsan) harus merupakan tri-tunggal, yang tidak boleh dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lain. Hanya ilmu yang ditunjang oleh iman dan taqwa yang akan melahirkan amal shaleh atau ihsan (kebajikan). Dan ilmu tanpa iman hanya akan melahirkan orang-orang yang akan menjadi budak ma'shiat (the slave of sin) dan tindak langkahnya akan lebih berbahaya dari terkaman seekor binatang buas.
Brentano, seorang tokoh ilmuwan Jerman sebelum Perang Dunia II, karena tekanan Penguasa terpaksa membuat dan mempertahankan teori, yang menyatakan bahwa bangsa Aria, bangsa Jerman adalah bangsa utama dan terhormat; bangsa Perancis dan bangsa Yahudi adalah bangsa rendah dan hina, bangsa najis yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Teori Brentano ini mempermudah dan memperlancar tindakan orang-orang Nazi, yang berkuasa pada waktu itu di Jerman untuk menyerang dan menguasai Perancis hanya dalam dua minggu dan tidak kurang dari enam juta bangsa Yahudi yang dibunuh mereka.
Karena tiada ada iman, maka tiada ada keberanian; Brentano tidak kuasa menentang Penguasa Nazi Jerman, sehingga is terpaksa mengkhianati ilmunya. Dr. Mohammad Hatta mengatakan, bahwa ilmu yang demikian itu bukanlah ilmu lagi, tetapi politik, politik dalam arti yang sangat jelek!
Tujuan pendidikan harus membina manusia yang bertaqwa kepada Allah Yang Maha Kuasa, manusia berkarakter, berbudi luhur dan berakhlak mulia, bukan hanya sekedar mencerdaskan akal.
Pendidikan karakter, yang bersumber kepada agama seharusnya sudah dimulai secara intensif sejak dari Sekolah Dasar dan ini harus merupakan ketentuan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau benar-benar kita menginginkan Negara kita Republik Indonesia merupakan Negara, yang eksistensinya diakui dan dibenarkan dalam arti kata yang hakiki.
Ahmad Syauqie dalam syairnya berkata:
"Sesungguhnya yang dinamakan ummat itu tiada lain melainkan akhlak, selama akhlak itu masih ada; jika akhlak mereka sudah lenyap, maka lenyaplah pula mereka sebagai ummat (bangsa)".
Di samping adanya laboratorium kimia, laboratorium bahasa dan sebagainya di tiap sekolah, terutama di sekolah-sekolah lanjutan dan sekolah-sekolah tinggi harus ada pula laboratorium agama, yaitu masjid tempat mempraktekkan ilmu agama yang telah diterima dan membiasakan diri ruku' dan sujud menghadap Allah Rabbul'alamiin, dalam usaha menghiasi diri dengan sifat utama, yaitu taqwa kepada-Nya. Alangkah indahnya apabila kita melihat seorang sarjana ruku dan sujud, yang atsar (bekasnya) membayang pada wajahnya dan wujudnya kelihatan pada amalnya.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Seorang ilmuwan Muslim yang bertaqwa kepada Allah swt akan dapat menempatkan dirinya pada tempat yang benar dan ia kuasa memantulkan kewibawaannya dan kehebatannya ke tengah-tengah masyarakat dalam situasi dan suasana yang bagaimana pun juga.
Demikian sabda Rasulullah saw yang maksudnya, bahwa seorang 'alim (yang berilmu) apabila dengan ilmunya itu ia mengharapkan ridla Allah swt, maka ia akan kelihatan hebat dan berwibawa.
Sharih adalah seorang 'alim ('ulama), yang diangkat oleh Khalifah 'Ali bin Abi Thalib menjadi qadli (hakim).
Pada satu ketika ia harus mengadili satu perkara, yang menyangkut diri Khalifah dengan seorang Yahudi, yang dituduh mencuri perisai kepunyaan 'Ali bin Abi Thalib.
Sekalipun Sharih diangkat oleh Ali bin Abi Thalib menjadi qadli, ia tetap melakukan tugasnya dengan baik dan tidak terpengaruh oleh kedudukan dan kekuasaan 'Ali. Berhubung Ali tidak dapat mengemukakan bukti dan tidak dapat mendatangkan saksi sebagaimana yang ditentukan, maka dengan penuh kewibawaan yang amat menakjubkan, Sharih memutuskan, bahwa prisai itu tetap pada orang Yahudi itu. Seorang Khalifah dapat dikalahkan dalam satu sidang pengadilan dengan keputusan seorang hakim, yang diangkat sendiri oleh Khalifah.
Demikian sikap seorang 'alim' ('ulama) yang bertaqwa. Ia tidak bisa dan tidak akan mau mengkhianati tugas mulia yang, diserahkan kepadanya, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran, sekalipun misalnya ia diancam untuk meletakkan jabatan atau dipecat dengan tidak hormat.
Dan 'Ali bin Tahlib pun sebagai seorang Penguasa (Khalifah) memperlihatkan sikap yang mempesona hadirin. Ali menyatakan tunduk dan tha'at kepada keputusan hakim dan is tidak memperlihatkan sikap marah atau rasa dendam terhadap orang Yahudi itu, sekalipun ia yakin bahwa tuduhannya benar.
Dan yang amat mengagumkan hadirin ialah sikap orang Yahudi itu yang menang perkara, waktu ia mengucapkan kata pengakuan, bahwa benar perisai itu kepunyaan 'Ali bin Abi Tahlib. Karena terharu melihat lancar dan khidmatnya jalan sidang yang mengadili perkaranya dengan 'Ali, ia langsung masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kejadian ini memperlihatkan kepada kita bagaimana kaum Muslimin di masa lampau bersikap dalam mengurus dan memimpin masyarakat, bagaimana mereka menjalankan politik dan sekaligus mengajarkannya kepada ummat terutama kepada generasi penerus, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan sikap dan perbuatan yang nyata.
Dengan keyakinan kepada Allah swt sebagai landasan, mereka telah berhasil memberikan gambaran yang jelas tentang pribadi-pribadi yang bertaqwa. Dengan jalan demikian hiduplah dengan suburnya rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, rasa kerakyatan di mana setiap anggota masyarakat dengan tidak membeda-bedakan warna kulit, bangsa dan agama mendapat pelayanan yang terhormat sebagaimana layaknya diberikan kepada tiap-tiap manusia sebagai hamba Allah yang telah dimuliakan-Nya.
Alangkah indahnya kalau Negara dihuni oleh orang-orang yang bertaqwa kepada Allah Maha Pencipta.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Rasulullah saw menyatakan, bahwa seorang Muslim yang bertaqwa kepada Allah, di samping mempunyai dua mata di kepalanya, juga mempunyai "dua mata" di hatinya, sehingga ia dengan mudah dapat melihat soal-soal agamanya, dengan cepat . dan tepat dapat melihat dan membedakan antara hak dan batil:
Waktu Umar bin Khatab melihat isterinya mendapat hadiah dari Permaisuri Raja Rum berupa intan permata, maka pada waktu itu juga ia melihat bahaya yang mengancam, yaitu siksa dari Allah Yang Maha Gagah dan Maha Perkasa.
Kepada isterinya 'Umar berkata, bahwa hadiah itu haram bagi mereka. Isterinya tidak akan mendapat hadiah begitu banyak dan begitu tinggi nilainya, kalau sekiranya ia bukan isteri Umar, Khalifah ummat Mu'minin. Hadiah tersebut diserahkan oleh 'Umar kepada kas Negara (Baitul Mal) untuk kepentingan ummat.
Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa (sebagai pejabat) memberi bantuan kepada saudara (teman)-nva berupa fasilitas, kemudian ia diberi hadiah dan hadiah itu diterimanya, maka sesungguhnya ia telah memasuki pintu (dosa) besar diantara pintu-pintu (dosa) riba". (R. Ahmad).
Dan oleh Rasulullah saw dijelaskan lebih lanjut:
"Riba itu mempunyai pintu (dosa) sebanyak enam puluh dua dan yang paling enteng ialah dosa orang yang berzina dengan ibunya sendiri". (R. Ahmad)
Kalau menerima hadiah yang demikian sifatnya sudah dianggap sebagai dosa besar, saina dengan dosa orang yang berzina dengan ibunya sendiri apalagi risywah (suap), komisi, pungutan liar, korupsi dan sebagainya.
Kita menginsafi, bahwa kita manusia memang bersifat lemah, mudah tergoda oleh ajakan hawa nafsu, sehingga kita lupa akan diri kita sendiri. Kita lupa akan tugas kita sebagai hamba Allah dan kita lupa akan tujuan hidup kita.
Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman:
"(Allah), Yang telah menjadikan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang paling balk amalnya". (Q.S. Al-Mulk, 67 : 2)
Berlomba-lomba melakukan perbuatan baik, beramal shaleh (fa'stabiqu 'likhairaat) dalam rangka dan usaha mendapat ridla Allah swt itulah sebenarnya yang harus kita laksanakan selama hayat masih dikandung badan. Menjauhkan diri dari perbuatan dosa adalah pula merupakan satu keharusan selama hidup kita, supaya kita nanti terhindar dari siksaan Allah swt yang maha dahsyat.
Dan 'ibadah shiyam yang baru selesai kita laksanakan selama bulan Ramadlan yang baru berlalu adalah merupakan latihan bagi kita untuk menguatkan iman dan taqwa, yang amat bermanfaat bagi kita dalam menghadapi tiap godaan, yang dapat menyesatkan kita dari jalan yang benar.
Allah swt pernah memberi peringatan kepada Nabi Muhammad saw sebagai berikut:
"Ya Muhammad! Hiduplah sebagaimana yang engkau 'kehendaki, tetapi engkau akan mati!
Cintailah siapa saja yang ingin engkau cintai, tetapi ingat bahwa engkau akan berpisah daripadanya!
Dan kerjakanlah apa yag engkau ingin kerjakan, tetapi jangan lupa, tiap amalmu. akan mendapat balasan!"
(R. Jabir bin 'Ali).
Mudah-mudahan peringatan Allah kepada Nabi Muhammad itu merupakan peringatan pula bagi kita ummat Mu'minin, supaya sudah sejak sekarang kita bersiap-siap untuk menghadapi peristiwa yang amat menentukan, yaumal akhir. Pada saat itu kita tidak akan mendapat pertolongan lagi dari harta dan sanak keluarga kita, kecuali jika kita datang menghadap Allah dengan hati yang bersih dan jiwa yang suci (yauma laa yanfa 'u maalun wa laa banuun illa man ataa 'llaaha bi qalbin saliim - Asy-Sy'ara 88, 89) sebagai pancaran iman dan taqwa.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia !
Marilah dalam kesempatan sekarang ini, di saat kita berkumpul di tempat ini menyampaikan do'a permohonan kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang:
Ya Allah, ya Tuhan kami, menangkanlah kami dalam perlombaan mencapai ridla-Mu!
Berilah kami kekuatan dan kesabaran untuk menghadapi tiap rintangan dan godaan, supaya kami jangan tersesat dari jalan-Mu yang lurus dan benar!
Ya Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang!
Ampunilah segala dosa yang telah kami kerjakan karena kebodohan dan kelalaian kami.
Dan terimalah kami ya Allah ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh!
Amin Ya Rabbal'alamin!
No comments