Pupuk Semangat Berqurban (Khutbah 'Idul Adha 1414 H/1994 M)
Saudara-Saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Rahimakumullah!
Kita sarnbut kedatangan 'Idul Adha pada hari ini, sesuai dengan sunnah Rasulullah saw dengan takbir dan tahmid, syaakiran mutawaadhi'an, dengan rasa syukur dan dengan merendahkan diri kepada-Nya.
Maha Besar Allah yang telah menciptakan alam semesta ini dan menjadikan kita ummat manusia dengan cara yang amat menakjubkan serta memberikan kepada kita tuntunan dan pedoman hidup untuk keselamatan kita, baik lahir maupun batin, dunia dan akhirat.
'IDUL QURBAN, yang dirayakan oleh ummat Islam seluruh dunia pada hari ini erat sekali hubungannya dengan perjalanan hidup Nabi Ibrahim as dan istrinya Siti Hajar serta putranya Isma'il.
Hidup Nabi Ibrahim sekeluarga diwarnai oleh pengurbanan demi pengurbanan sebagai tanda baktinya kepada Allah SWT Maha Pencipta.
Menurut riwayat, Nabi Ibrahim as diperintah oleh Allah SWT supaya meninggalkan tempat kediamannya di Palestina dan membawa Siti Hajar serta Isma'il ke arah Timur, ke suatu tempat yang pada saat itu terasa sangat jauh sekali; tempat yang gersang dan tandus, tiada sehelai rumput pun yang tumbuh (bi waadin ghairi dzi dzar'in).
Setelah sampai di tempat itu, datang pula perintah supaya Ibrahim as meninggalkan mereka. Begitu diterimanya perintah, langsung Nabi Ibrahim mengemasi barang-barangnya dan terus berangkat dengan tidak meninggalkan sepatah kata pun untuk istrinya. Waktu melihat gelagat suaminya yang demikian itu, maka timbullah rasa takut dalam diri Siti Hajar. Didekatinya suaminya lalu bertanya: "Ya Ibrahim! Kemanakah engkau akan pergi? Apakah engkau sampai hati meninggalkan kami di tempat yang amat mengerikan ini ?" Tiga kali Sid Hajar bertanya, tidak satupun yang dijawabnya, bahkan terus mengayunkan langkahnya. Maka timbullah keyakinan dalam diri Siti Hajar tidak mungkin Ibrahim sampai hati meninggalkan kami di tempat yang mengerikan ini kalau ini bukan perintah Allah. Kemudian Siti Hajar langsung bertanya: "Allahu amaraka bi haadzaa?" (Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu hal ini?) Baru dijawab oleh Nabi Ibrahim: "Na-am!" (Benar) Setelah Siti Hajar meyakini bahwa kepergian suaminya adalah melaksanakan perintah Allah SWT, maka rasa takut yang tadinya meliputi dirinya hilang seketika dan dengan pcnuh keyakinan ia berkata, "Idzan laa yudlayyi'unaa!" (Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami) Suatu pengurbanan yang luar biasa!
Allahu Akbar Allahu Akbar.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Sebagaimana kita ketahui dari sejarah, di tempat Nabi Ibrahim meninggalkan istri serta puteranya, di situlah keluar mata air yang dikenal dengan sumur zamzam, yang kejadian ini erat hubungannya dengan pengurbanan mereka sehingga dapat memberi hidup dan kehidupan bagi penduduk sekitarnya.
Dalam al-Qur'an bertebaran ayat-ayat yang menyatakan bahwa sifat berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga akan menempatkan seseorang pada tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Dan orang-orang yang demikianlah yang hidupnya mulia dan berbahagia dalam arti kata yang sesungguhnya.
LEO TOLSTOY, seorang pujangga Rusia, bukan seorang Muslim, dapat merasakan kebenaran ayat-ayat al-Qur'an tersebut, katanya: "Dalam kehidupan individual (perorangan) dan dalam kehidupan sosial hanya berlaku satu undang-undang. Kalau anda ingin menjalani hidup yang lebih baik bersiaplah untuk mengorbankannya (hidup anda)."
Memang, demikianlah seharusnya kita hidup bermasyarakat. Kita adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri, kita membutuhkan teman dan bantuan orang lain. Jadi "undang-undang" yang menentukan keharusan berkurban adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, kalau kita benar-benar ingin membina satu masyarakat, suatu kehidupan sosial yang adil dan makmur, aman sentosa. Apabila kehidupan sosial suatu bangsa baik, maka keuntungannya adalah untuk anggota masyarakat itu sendiri.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Tetapi dengan rasa sedih kita harus mengakui bahwa keadaan yang kita hadapi sekarang ini adalah sebaliknya. Dimana-mana kita saksikan suasana yang amat mencemaskan; dengan tidak ragu-ragu dan jauh dari rasa kemanusiaan, orang berbuat sewenang-wenang, yaitu mengurbankan urusan dan milik orang lain untuk kepuasan pribadi, hanya sekedar untuk memenuhi keinginan nafsu yang tidak pernah puas-puasnya.
Keadaan yang kita saksikan ini dikuatkan oleh hasil seminar Lembaga Pertahanan Nasional yang diadakan oleh kursus reguler yang ke-17 pada akhir tahun 1984, yang berbunyi sbb:
Alhamdulillah kita boleh bersyukur Pemerintah telah mengambil langkah ke arah perbaikan, diantaranya ialah dengan mengintensifkan Pendidikan Agama. Mari kita sukseskan.
HERBERT HOOVER, Presiden Amerika Serikat yang ke-31, dalam salah satu pidatonya pemah berkata: "Adalah merupakan suatu kebodohan dari saya kalau saya berdiri di tempat ini dan berkata bahwa sistem politik dan sistem sosial kita telah sempurna. Saya tidak dapat membayangkan suatu sistem sosial yang sehat dan suatu sistem ekonorni yang baik, yang tidak mempunyai akar atau sandaran pada keyakinan kepada agama. Materialisme yang buta tidaklah akan dapat menunjukkan kesetiaannya terhadap ummat manusia untuk selamanya".
Allalm Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Kehidupan dunia, hidup bermasyarakat, hidup bernegara akan merupakan seperti taman yang indah, harurn semerbak apabila memenuhi lima syarat:
Pertama; 'I1mu 'Ulama
Adapun yang dimaksud dengan 'Ilmu 'Ulama ialah agama, dan bagi kita sudah tentu agama Islam.
Imam Malik Berkata:
"Urusan ummat ini tidaklah akan dapat diselamatkan, kecuali dengan apa yang telah menyelamatkannya di masa lampau, yaitu dengan Islam, agama Allah SWT."
Dalam hal ini Rasulullah saw telah membuktikannya dengan nyata. Dia telah berhasil membina satu ummat dari suatu masyarakat jahiliyah yang dalam al-Qur'an dikenal dengan sifat "asyaddu kufran wa nifaaqan" paling hebat kufurnya dan paling besar kemunafikannya (Q.S. At-Taubah: 98), menjadi suatu ummat yang ditampilkan oleh Allah SWT di tengah-tengah pentas dunia sebagaimana dinamakan dalam al-Qur'an :
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik"
(Q.S. Ali Imran , 3 : 110)
Ilmu Agama ini, Al-Islam diwariskan oleh Nabi Muhammad saw kepada para 'Ulama dan itulah sebabnya mereka dinamakan "waratsatul Anbiya'" (ahli waris para Nabi).
Para 'Ulama sebagaimana dinamakan dalam sebuah hadits adalah "Mashaabihul ardhi" (pelita-pelita bumi), yang menerangi hati-hati manusia dengan al-Islam. Dan inilah kewajiban para 'Ulama, suatu tugas yang amat mulia.
Kedua; Keadilan para Pemimpin
Pemimpin yang adil ialah pemimpin yang hatinya penuh dengan kebijaksanaan, dapat menempatkan sesuatu itu pada tempatnya. Memuat ajaran Islam, adalah karena cintanya kepada kebenaran (al-haq) dan hatinya penuh dengan rasa kasih sayang, terutama terhadap kaum "dhu'afa", kaum lemah, rakyat jelata.
Ketiga; Amanat para pengusaha
Pengusaha atau pedagang yang ber-amanat ialah yang dengan penuh tanggungjawab memelihara hubungan baik dengan masyarakat konsumen, tidak mampu dan merugikan mereka.
Keempat; Ibadah rakyat, kaum awam
Apabila rakyat ahli ibadah, maka akan terasa adanya keamanan, ketenangan dan ketentraman. Segala sesuatu berjalan dengan lancar dan kebahagiaan akan terasa dimana-mana, diseluruh lapisan masyarakat
Kelima; Kejujuran para karyawan
Karyawan yang jujur, tekun melakukan tugasnya serta memberi pelayanan yang ikhlas kepada masyarakat luas akan membangun persatuan dan kesatuan, rasa ukhuwah dan persaudaraan, terutama antara Pemerintah dan rakyat banyak.
Inilah kelima syarat yang akan dapat membangun satu bangsa menjadi seumpama taman yang indah, harum semerbak, adil makmur dan aman sentosa "baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur", yang pemah dibangun oleh Rasulullah saw empat belas abad yang lalu dengan menanamkan "Ruh Tauhid" di kalangan pengikutnya dalam waktu yang relatif sangat singkat, yaitu dua puluh tiga tahun.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Hanya sayang, kita ummat Islam kurang waspada terhadap tipu daya iblis atau godaan syaithan yang senantiasa merusak kerukunan hidup di antara kita ummat manusia, terutama di antara kita ummat Islam. Iblis musuh manusia tidak berbadan kasar seperti kita, ia berbentuk halus, jenis rohani. Dan itulah sebabnya ia dapat mengalir ke dalam tubuh kita seperti mengalirnya darah, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadits:
"Sesungguhnya syaithan (Iblis) itu mengalir dalam tubuh manusia dengan mengikuti perjalanan darah" (H.R. Bukhari dan Muslim)
Iblis tahu benar kelemahan manusia sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits sbb: "Setelah kaum kaum Iblis mengetahui bahwa Muhammad saw telah diutus dan ummat telah berdiri, maka mereka merasa tidak sanggup lagi menggoda ummat Muslimin. Tetapi Pemimpin mereka bertanya:
"Apakah mereka menyukai dunia (harta benda)?"
Dan setelah Pemimpin iblis mengetahui bahwa manusia sangat suka kepada dunia, maka dia berkata:
"Aku tidak peduli, apakah manusia itu tidak lagi menyembah berhala. Aku akan menggoda mereka setiap saat melalui tiga cara: Pertama; supaya mereka mencari harta dengan jalan yang tidak halal. Kedua; Supaya mereka membelanjakan harta itu di jalan yang tidak benar. Ketiga; supaya mereka menahan harta itu tidak pada haknya"
Dengan jalan mengetahui kelemahan manusia, yaitu rakus terhadadp harta benda, maka iblis mulailah memperdayakan manusia.
Dan selanjutnya Nabi saw bersabda:
"Segala kejahatan di sinilah sumbernya, yaitu rakus terhadap dunia (harta benda)" (H.RAbi Umamah)
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Adapun cara iblis memperdayakan manusia itu ialah dengan jalan:
Pertama :
"Iblis datang dengan panji hasad (dengki), dipancangkannya di sebelah ilmu"
Kedua :
"Dia datang dengan panji kezhaliman, lalu dipancangkannya di samping keadilan"
Ketiga :
"Dia datang dengan panji khianat, lalu ditancapkannya di samping amanat".
Keempat :
"Dia datang dengan panji ria' (suka dipuji), lalu dipancangkannya di samping ibadah"
Kelima :
"Dia datang dengan panji kepalsuan, lalu dipancangkannya di samping kejujuran"
Dengan jalan demikian berhasillah iblis menggoda manusia, sehingga cita-cita hendak menegakkan Negara yang adil makmur, aman sentosa, yang merupakan taman yang indah berubah menjadi hutan belantara yang di dalamnya hukum rimba yang berlaku; siapa yang kuat tetap tegak berdiri dengan garangnya dan yang lemah hidup tersungkur, menunggu kepunahannya.
Dengan berhasilnya iblis menggoda manusia, maka kita akan meuyaksikan : Para 'Ulama tidak lagi menyiarkan agama dengan ikhlas untuk menerangi jalan hidup manusia, tetapi asyik memamerkan ilmu mereka, didorong oleh sifat hasad (dengki) antara sesama 'Ulama atau dirangsang oleh nafsu serakah mengumpulkan harta kekayan, pangkat dan kedudukan.
Para Pemimpin bertindak sewenang-wenang, menyalahgunakan kekuasaan sehingga kaum dhu'afa' (kaum lemah) merasa hidup mereka terancam, hak asasi mereka dilanggar dengan cara di luar batas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Para Pengusaha sibuk mengumpulkan dan menimbun kekayaan dengan sangat rakusnya dan tidak lagi memperhatikan halal haram. Kepentingan rakyat banyak tidak lagi mereka pedulikan, malahan kalau perlu justru kepentingan rakyat itu dikorbankan.
Para Rakyat Jelata pun tidak lagi terikat oleh norma-norma Agama dan susila. Mereka berbuat sesuka hati, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dsb.
Dan akhirnya para karyawan dengan kepalsuan dan kemunafikan menyebabkan rusaknya citra Pemerintah, sehingga hilanglah kewibawaannya. Kalau satu Bangsa dalam keadaan yang demikian masih berhasil membangun fisik, membangun lahiriah, maka hasilnya tidaklah akan lebih dari pada sebuah kuburan, memang di atasnya berdiri bangunan yang mewah, tetapi di dalamnya terdapat sisa-sisa tubuh manusia yang sudah mcmbusuk. Bukankah manusia atau bangsa dinilai menurut akhlaknya? Setelah kita menyadari betapa lemahnya kita sebagai manusia apabila berhadapan dengan godaan syaithan, maka di sinilah terasa betapa pentingnya hidup beragama, hidup mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang. Sulit bagi kita menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan ma'siat (dosa), kecuali dengan bantuan-Nya. Berkaitan dengan ini seorang sahabat Nabi saw, Ibnu Mas'ud berkata: "Tidak ada daya bagi seseorang untuk menghindarkan diri dari ma'siat kecuali dengan bantuan Allah."
Apabila seorang hamba dengan ikhlas dan dengan sungguh-sungguh taqarrub mendekatkan diri kepada Allah, maka kedatangannya itu disambut oleh Allah dengan penuh rasa cinta. Dalam keadaan seperti itu, lambat laun hati orang itu akan terhindar dari sifat-sifat rendah dan akhlak yang tercela. Akan tumbuhlah dalam dadanya "Ruh Tauhid", jiwa pengabdian kepada Yang Maha Kuasa, sehingga mudahlah baginya melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang selama ini amat berat dirasakan oleh nafsunya. Karena dalam dirinya telah tumbuh suatu keyakinan yang kuat, sehingga tidak ada tempat lagi bagi syaithan untuk bersarang di dalamnya. Cinta Allah SWT kepadanya telah menumbuhkan suatu kekuatan dalam dirinya.
Dalam suatu hadits qudsi Allah SWT berfirman:
"Apabila Aku telah mencintai seorang hamba, maka Aku-lah yang akan menjadi telinganya, dengan telinga itu ia mendengar. Aku akan menjadi matanya, dengan mata itu ia melihat. Aku akan menjadi lidahnya, dengan lidah itu bertutur kata. Aku akan menjadi hatinya, dengan hati itu ia berpikir......" (H.R. Thabrani)
Maksud hadits tersebut ialah, bahwa Allah sendirilah yang akan memelihara anggota tubuh hamba yang dicintai-Nya itu. Bukankah ini merupakan suatu kekuatan dalam menghadapi macam-macam godaan dalam hidup ini? Inilah sebenarnya yang merupakan hakekat atau inti dari 'Idul Qurban.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Marilah dalam kesempatan kita berkumpul di tempat ini, kita sampaikan do'a permohonan kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Bismillahirrahmanirrahiem.
Ya Allah, Ya Tuhan kami! Bukakanlah hati kami supaya kami dapat mensyukuri nikmat karunia-Mu yang telah Engkau limpahkan kepada kami, kepada kedua orang tua kami, dan supaya kami mengamalkan apa yang Engkau ridlai.
Masukkanlah karni ke dalam Islam dengan cara yang baik, dan keluarkanlah kami ke tengah-tengah masyarakat dengan cara yang baik pula.
Kalau sekiranya kami terlalu lemah dalam menghadapi godaan dunia ini, ya Allah, berilah kami bantun perlindungan langsung dari sisi-Mu.
Ya Allah! Kepada-Mu-lah kami curahkan isi hati kami pada saat merayakan 'Idul Adha ini, baik yang dapat maupun yang tidak dapat kami ungkapkan dalam rangkaian kata-kata. Engkau Maha Mengetahui, Engkau Maha Mendengar ya Allah.***
Rahimakumullah!
Kita sarnbut kedatangan 'Idul Adha pada hari ini, sesuai dengan sunnah Rasulullah saw dengan takbir dan tahmid, syaakiran mutawaadhi'an, dengan rasa syukur dan dengan merendahkan diri kepada-Nya.
Maha Besar Allah yang telah menciptakan alam semesta ini dan menjadikan kita ummat manusia dengan cara yang amat menakjubkan serta memberikan kepada kita tuntunan dan pedoman hidup untuk keselamatan kita, baik lahir maupun batin, dunia dan akhirat.
'IDUL QURBAN, yang dirayakan oleh ummat Islam seluruh dunia pada hari ini erat sekali hubungannya dengan perjalanan hidup Nabi Ibrahim as dan istrinya Siti Hajar serta putranya Isma'il.
Hidup Nabi Ibrahim sekeluarga diwarnai oleh pengurbanan demi pengurbanan sebagai tanda baktinya kepada Allah SWT Maha Pencipta.
Menurut riwayat, Nabi Ibrahim as diperintah oleh Allah SWT supaya meninggalkan tempat kediamannya di Palestina dan membawa Siti Hajar serta Isma'il ke arah Timur, ke suatu tempat yang pada saat itu terasa sangat jauh sekali; tempat yang gersang dan tandus, tiada sehelai rumput pun yang tumbuh (bi waadin ghairi dzi dzar'in).
Setelah sampai di tempat itu, datang pula perintah supaya Ibrahim as meninggalkan mereka. Begitu diterimanya perintah, langsung Nabi Ibrahim mengemasi barang-barangnya dan terus berangkat dengan tidak meninggalkan sepatah kata pun untuk istrinya. Waktu melihat gelagat suaminya yang demikian itu, maka timbullah rasa takut dalam diri Siti Hajar. Didekatinya suaminya lalu bertanya: "Ya Ibrahim! Kemanakah engkau akan pergi? Apakah engkau sampai hati meninggalkan kami di tempat yang amat mengerikan ini ?" Tiga kali Sid Hajar bertanya, tidak satupun yang dijawabnya, bahkan terus mengayunkan langkahnya. Maka timbullah keyakinan dalam diri Siti Hajar tidak mungkin Ibrahim sampai hati meninggalkan kami di tempat yang mengerikan ini kalau ini bukan perintah Allah. Kemudian Siti Hajar langsung bertanya: "Allahu amaraka bi haadzaa?" (Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu hal ini?) Baru dijawab oleh Nabi Ibrahim: "Na-am!" (Benar) Setelah Siti Hajar meyakini bahwa kepergian suaminya adalah melaksanakan perintah Allah SWT, maka rasa takut yang tadinya meliputi dirinya hilang seketika dan dengan pcnuh keyakinan ia berkata, "Idzan laa yudlayyi'unaa!" (Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami) Suatu pengurbanan yang luar biasa!
Allahu Akbar Allahu Akbar.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Sebagaimana kita ketahui dari sejarah, di tempat Nabi Ibrahim meninggalkan istri serta puteranya, di situlah keluar mata air yang dikenal dengan sumur zamzam, yang kejadian ini erat hubungannya dengan pengurbanan mereka sehingga dapat memberi hidup dan kehidupan bagi penduduk sekitarnya.
Dalam al-Qur'an bertebaran ayat-ayat yang menyatakan bahwa sifat berkurban, baik dengan harta benda maupun dengan jiwa raga akan menempatkan seseorang pada tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Dan orang-orang yang demikianlah yang hidupnya mulia dan berbahagia dalam arti kata yang sesungguhnya.
LEO TOLSTOY, seorang pujangga Rusia, bukan seorang Muslim, dapat merasakan kebenaran ayat-ayat al-Qur'an tersebut, katanya: "Dalam kehidupan individual (perorangan) dan dalam kehidupan sosial hanya berlaku satu undang-undang. Kalau anda ingin menjalani hidup yang lebih baik bersiaplah untuk mengorbankannya (hidup anda)."
Memang, demikianlah seharusnya kita hidup bermasyarakat. Kita adalah makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri, kita membutuhkan teman dan bantuan orang lain. Jadi "undang-undang" yang menentukan keharusan berkurban adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, kalau kita benar-benar ingin membina satu masyarakat, suatu kehidupan sosial yang adil dan makmur, aman sentosa. Apabila kehidupan sosial suatu bangsa baik, maka keuntungannya adalah untuk anggota masyarakat itu sendiri.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Tetapi dengan rasa sedih kita harus mengakui bahwa keadaan yang kita hadapi sekarang ini adalah sebaliknya. Dimana-mana kita saksikan suasana yang amat mencemaskan; dengan tidak ragu-ragu dan jauh dari rasa kemanusiaan, orang berbuat sewenang-wenang, yaitu mengurbankan urusan dan milik orang lain untuk kepuasan pribadi, hanya sekedar untuk memenuhi keinginan nafsu yang tidak pernah puas-puasnya.
Keadaan yang kita saksikan ini dikuatkan oleh hasil seminar Lembaga Pertahanan Nasional yang diadakan oleh kursus reguler yang ke-17 pada akhir tahun 1984, yang berbunyi sbb:
- Bangsa Indonesia sekarang ini memperlihatkan kecenderungan mengagungkan harta, yaitu menghambakan diri kepadanya.
- Bangsa Indonesia sekarang ini cenderung melakukan manipulasi, yaitu berbuat curang, tidak jujur, menyalahgunakan kekuasaan dan mengkhianati amanat.
- Bangsa Indonesia sekarang ini cenderung kepada fragmentasi, yaitu manusia tidak lagi dihormati sebagai "pribadi yang utuh", tetapi karena keahliannya, pangkat, kedudukan, kekayaan dsb.
- Bangsa Indonesia sekarang ini cenderung kepada individualisasi, yaitu hidup mementingkan diri sendiri, sehingga merugikan orang lain, bangsa dan Negara.
Alhamdulillah kita boleh bersyukur Pemerintah telah mengambil langkah ke arah perbaikan, diantaranya ialah dengan mengintensifkan Pendidikan Agama. Mari kita sukseskan.
HERBERT HOOVER, Presiden Amerika Serikat yang ke-31, dalam salah satu pidatonya pemah berkata: "Adalah merupakan suatu kebodohan dari saya kalau saya berdiri di tempat ini dan berkata bahwa sistem politik dan sistem sosial kita telah sempurna. Saya tidak dapat membayangkan suatu sistem sosial yang sehat dan suatu sistem ekonorni yang baik, yang tidak mempunyai akar atau sandaran pada keyakinan kepada agama. Materialisme yang buta tidaklah akan dapat menunjukkan kesetiaannya terhadap ummat manusia untuk selamanya".
Allalm Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Kehidupan dunia, hidup bermasyarakat, hidup bernegara akan merupakan seperti taman yang indah, harurn semerbak apabila memenuhi lima syarat:
Pertama; 'I1mu 'Ulama
Adapun yang dimaksud dengan 'Ilmu 'Ulama ialah agama, dan bagi kita sudah tentu agama Islam.
Imam Malik Berkata:
"Urusan ummat ini tidaklah akan dapat diselamatkan, kecuali dengan apa yang telah menyelamatkannya di masa lampau, yaitu dengan Islam, agama Allah SWT."
Dalam hal ini Rasulullah saw telah membuktikannya dengan nyata. Dia telah berhasil membina satu ummat dari suatu masyarakat jahiliyah yang dalam al-Qur'an dikenal dengan sifat "asyaddu kufran wa nifaaqan" paling hebat kufurnya dan paling besar kemunafikannya (Q.S. At-Taubah: 98), menjadi suatu ummat yang ditampilkan oleh Allah SWT di tengah-tengah pentas dunia sebagaimana dinamakan dalam al-Qur'an :
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik"
(Q.S. Ali Imran , 3 : 110)
Ilmu Agama ini, Al-Islam diwariskan oleh Nabi Muhammad saw kepada para 'Ulama dan itulah sebabnya mereka dinamakan "waratsatul Anbiya'" (ahli waris para Nabi).
Para 'Ulama sebagaimana dinamakan dalam sebuah hadits adalah "Mashaabihul ardhi" (pelita-pelita bumi), yang menerangi hati-hati manusia dengan al-Islam. Dan inilah kewajiban para 'Ulama, suatu tugas yang amat mulia.
Kedua; Keadilan para Pemimpin
Pemimpin yang adil ialah pemimpin yang hatinya penuh dengan kebijaksanaan, dapat menempatkan sesuatu itu pada tempatnya. Memuat ajaran Islam, adalah karena cintanya kepada kebenaran (al-haq) dan hatinya penuh dengan rasa kasih sayang, terutama terhadap kaum "dhu'afa", kaum lemah, rakyat jelata.
Ketiga; Amanat para pengusaha
Pengusaha atau pedagang yang ber-amanat ialah yang dengan penuh tanggungjawab memelihara hubungan baik dengan masyarakat konsumen, tidak mampu dan merugikan mereka.
Keempat; Ibadah rakyat, kaum awam
Apabila rakyat ahli ibadah, maka akan terasa adanya keamanan, ketenangan dan ketentraman. Segala sesuatu berjalan dengan lancar dan kebahagiaan akan terasa dimana-mana, diseluruh lapisan masyarakat
Kelima; Kejujuran para karyawan
Karyawan yang jujur, tekun melakukan tugasnya serta memberi pelayanan yang ikhlas kepada masyarakat luas akan membangun persatuan dan kesatuan, rasa ukhuwah dan persaudaraan, terutama antara Pemerintah dan rakyat banyak.
Inilah kelima syarat yang akan dapat membangun satu bangsa menjadi seumpama taman yang indah, harum semerbak, adil makmur dan aman sentosa "baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur", yang pemah dibangun oleh Rasulullah saw empat belas abad yang lalu dengan menanamkan "Ruh Tauhid" di kalangan pengikutnya dalam waktu yang relatif sangat singkat, yaitu dua puluh tiga tahun.
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Hanya sayang, kita ummat Islam kurang waspada terhadap tipu daya iblis atau godaan syaithan yang senantiasa merusak kerukunan hidup di antara kita ummat manusia, terutama di antara kita ummat Islam. Iblis musuh manusia tidak berbadan kasar seperti kita, ia berbentuk halus, jenis rohani. Dan itulah sebabnya ia dapat mengalir ke dalam tubuh kita seperti mengalirnya darah, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadits:
"Sesungguhnya syaithan (Iblis) itu mengalir dalam tubuh manusia dengan mengikuti perjalanan darah" (H.R. Bukhari dan Muslim)
Iblis tahu benar kelemahan manusia sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits sbb: "Setelah kaum kaum Iblis mengetahui bahwa Muhammad saw telah diutus dan ummat telah berdiri, maka mereka merasa tidak sanggup lagi menggoda ummat Muslimin. Tetapi Pemimpin mereka bertanya:
"Apakah mereka menyukai dunia (harta benda)?"
Dan setelah Pemimpin iblis mengetahui bahwa manusia sangat suka kepada dunia, maka dia berkata:
"Aku tidak peduli, apakah manusia itu tidak lagi menyembah berhala. Aku akan menggoda mereka setiap saat melalui tiga cara: Pertama; supaya mereka mencari harta dengan jalan yang tidak halal. Kedua; Supaya mereka membelanjakan harta itu di jalan yang tidak benar. Ketiga; supaya mereka menahan harta itu tidak pada haknya"
Dengan jalan mengetahui kelemahan manusia, yaitu rakus terhadadp harta benda, maka iblis mulailah memperdayakan manusia.
Dan selanjutnya Nabi saw bersabda:
"Segala kejahatan di sinilah sumbernya, yaitu rakus terhadap dunia (harta benda)" (H.RAbi Umamah)
Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Adapun cara iblis memperdayakan manusia itu ialah dengan jalan:
Pertama :
"Iblis datang dengan panji hasad (dengki), dipancangkannya di sebelah ilmu"
Kedua :
"Dia datang dengan panji kezhaliman, lalu dipancangkannya di samping keadilan"
Ketiga :
"Dia datang dengan panji khianat, lalu ditancapkannya di samping amanat".
Keempat :
"Dia datang dengan panji ria' (suka dipuji), lalu dipancangkannya di samping ibadah"
Kelima :
"Dia datang dengan panji kepalsuan, lalu dipancangkannya di samping kejujuran"
Dengan jalan demikian berhasillah iblis menggoda manusia, sehingga cita-cita hendak menegakkan Negara yang adil makmur, aman sentosa, yang merupakan taman yang indah berubah menjadi hutan belantara yang di dalamnya hukum rimba yang berlaku; siapa yang kuat tetap tegak berdiri dengan garangnya dan yang lemah hidup tersungkur, menunggu kepunahannya.
Dengan berhasilnya iblis menggoda manusia, maka kita akan meuyaksikan : Para 'Ulama tidak lagi menyiarkan agama dengan ikhlas untuk menerangi jalan hidup manusia, tetapi asyik memamerkan ilmu mereka, didorong oleh sifat hasad (dengki) antara sesama 'Ulama atau dirangsang oleh nafsu serakah mengumpulkan harta kekayan, pangkat dan kedudukan.
Para Pemimpin bertindak sewenang-wenang, menyalahgunakan kekuasaan sehingga kaum dhu'afa' (kaum lemah) merasa hidup mereka terancam, hak asasi mereka dilanggar dengan cara di luar batas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Para Pengusaha sibuk mengumpulkan dan menimbun kekayaan dengan sangat rakusnya dan tidak lagi memperhatikan halal haram. Kepentingan rakyat banyak tidak lagi mereka pedulikan, malahan kalau perlu justru kepentingan rakyat itu dikorbankan.
Para Rakyat Jelata pun tidak lagi terikat oleh norma-norma Agama dan susila. Mereka berbuat sesuka hati, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dsb.
Dan akhirnya para karyawan dengan kepalsuan dan kemunafikan menyebabkan rusaknya citra Pemerintah, sehingga hilanglah kewibawaannya. Kalau satu Bangsa dalam keadaan yang demikian masih berhasil membangun fisik, membangun lahiriah, maka hasilnya tidaklah akan lebih dari pada sebuah kuburan, memang di atasnya berdiri bangunan yang mewah, tetapi di dalamnya terdapat sisa-sisa tubuh manusia yang sudah mcmbusuk. Bukankah manusia atau bangsa dinilai menurut akhlaknya? Setelah kita menyadari betapa lemahnya kita sebagai manusia apabila berhadapan dengan godaan syaithan, maka di sinilah terasa betapa pentingnya hidup beragama, hidup mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang. Sulit bagi kita menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan ma'siat (dosa), kecuali dengan bantuan-Nya. Berkaitan dengan ini seorang sahabat Nabi saw, Ibnu Mas'ud berkata: "Tidak ada daya bagi seseorang untuk menghindarkan diri dari ma'siat kecuali dengan bantuan Allah."
Apabila seorang hamba dengan ikhlas dan dengan sungguh-sungguh taqarrub mendekatkan diri kepada Allah, maka kedatangannya itu disambut oleh Allah dengan penuh rasa cinta. Dalam keadaan seperti itu, lambat laun hati orang itu akan terhindar dari sifat-sifat rendah dan akhlak yang tercela. Akan tumbuhlah dalam dadanya "Ruh Tauhid", jiwa pengabdian kepada Yang Maha Kuasa, sehingga mudahlah baginya melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang selama ini amat berat dirasakan oleh nafsunya. Karena dalam dirinya telah tumbuh suatu keyakinan yang kuat, sehingga tidak ada tempat lagi bagi syaithan untuk bersarang di dalamnya. Cinta Allah SWT kepadanya telah menumbuhkan suatu kekuatan dalam dirinya.
Dalam suatu hadits qudsi Allah SWT berfirman:
"Apabila Aku telah mencintai seorang hamba, maka Aku-lah yang akan menjadi telinganya, dengan telinga itu ia mendengar. Aku akan menjadi matanya, dengan mata itu ia melihat. Aku akan menjadi lidahnya, dengan lidah itu bertutur kata. Aku akan menjadi hatinya, dengan hati itu ia berpikir......" (H.R. Thabrani)
Maksud hadits tersebut ialah, bahwa Allah sendirilah yang akan memelihara anggota tubuh hamba yang dicintai-Nya itu. Bukankah ini merupakan suatu kekuatan dalam menghadapi macam-macam godaan dalam hidup ini? Inilah sebenarnya yang merupakan hakekat atau inti dari 'Idul Qurban.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang berbahagia!
Marilah dalam kesempatan kita berkumpul di tempat ini, kita sampaikan do'a permohonan kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Bismillahirrahmanirrahiem.
Ya Allah, Ya Tuhan kami! Bukakanlah hati kami supaya kami dapat mensyukuri nikmat karunia-Mu yang telah Engkau limpahkan kepada kami, kepada kedua orang tua kami, dan supaya kami mengamalkan apa yang Engkau ridlai.
Masukkanlah karni ke dalam Islam dengan cara yang baik, dan keluarkanlah kami ke tengah-tengah masyarakat dengan cara yang baik pula.
Kalau sekiranya kami terlalu lemah dalam menghadapi godaan dunia ini, ya Allah, berilah kami bantun perlindungan langsung dari sisi-Mu.
Ya Allah! Kepada-Mu-lah kami curahkan isi hati kami pada saat merayakan 'Idul Adha ini, baik yang dapat maupun yang tidak dapat kami ungkapkan dalam rangkaian kata-kata. Engkau Maha Mengetahui, Engkau Maha Mendengar ya Allah.***
No comments